Senin, 22 November 2010

Mencintai dengan Meneladani


Biismillhir rohmaanir rohiim

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alkisah di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus keluar rumah untuk mencari uang.

Di depan sebuah masjid, dia bertemu seorang muslim dan meminta bantuannya, “Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu” kata janda itu menghiba.
“Mana buktinya?” tanya lelaki muslim itu.
Janda itu tidak dapat membuktikan karena dia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki itu tidak menolongnya.

Setelah itu, janda miskin itu bertemu dnegna orang Majusi. Dia pun meminta bantuannya. Orang Majusi itu mengajak ke rumahnya, memuliakannya dan memberinya uang dan pakaian.

Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Semua orang mendatangi Nabi dan beliau menyambut mereka dnegan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu menghadap Rasulullah, beliau mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, “Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga”
Rasulullah bertanya, “Mana buktinya?”

Lelaki itu tersadar, Rasulullah menyindirnya karena dia telah meminta bukti saat dimintai pertolongan. Dia menangis, Rasulullah lalu menunjukkan sebuah taman indah dan hunian indah di surga.
“Lihat ini,” tutur Rasulullah. “Seharusnya semua ini kuberikan kepada mu. Tetapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, kuberikan semua ini pada seorang Majusi”

Pagi harinya lelaki itu terbangun. DIa mencari janda miskin itu. Ternyata dia menemukannya sedang berada di rumah seoragn Majusi. “Ikutlah kau bersamaku,” pinta lelaki itu pada si janda. Tetapi orang Majusi tidak mau menyerahkannya. AKu akan beri kau ribuan dinar asal kau mau menyerahkannya,” pinta si lelaki muslim. Orang Majusi itu tetap dtidak mau. Lelaki itu akhirnya jengkel dan berkata. “Janda ini orang Islam. Seharusnya yang menolongnya sesame muslim juga!”

Orang Majusi itu lalu bercerita, “Tadi malam aku bermimpi bertemu Rasulullah. Dia mengatakan akan memberikan kepadaku surga yang semula akan diberikan kepadamu. KEtahuilah, pagi ini ketika aku terbangun, aku langsung masuk Islam dan menjadi pengikutnya karean aku telah menunjukkan bukti bahwa aku adalah salah seorang pencintanya”

Begitulah. Cinta laksana air mengalir yang memindahkan seluruh sifat dan karakter kekasih kepada yang mencintainya. Bukti nyata kita mencintai Rasulullah adalah meneladani akhlaknya dan setia mengikuti sunnahnya.

Rasulullah bersabda, “Orang yang paling aku cintai dan paling dekat kepadaku di antara kalian di akhirat kelak adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling kubenci dan paling jauh dariku di akhirat adalah orang yang paling buruk akhlaknya, yaitu orang yang banyak bicara, suka ngobrol dan suka melecehkan orang lain”
(HR Ahmad)

Dalam riwayat Anas bin Mlaik, Nabi bersabda: “Anakku! JIka kamu mampu pada pagi dan sore hari, dan dihatimu tidak ada kedengkian pada seseorang maka lakukanlah itu”
Lalu Nabi bersabda lagi, “Anakku! Yang dmeikian itu adalah diantara sunnahku. Siapa saja yang menghidupkan sunnahku maka dia sungguh telah mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku maka dia kana bersamaku di surga kelak” (HR Tirmidzi)

“Katakan, (wahai Muhammad), ‘JIka kalian (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa dosa kalia’. Allah Maha Pengampun dna Maha Penyayang”
(QS Al Imran, 3:31)

Al Quran menuturkan, “Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat baginya apa yang kamu derita, sangat ingin agar kamu mendapatkan kebahagiaan. DIa sangat pengasih dan penyayang (raufur rahim) kepada orang orang yang beriman”
(QS At Taubah 9:128).

Bagaimana kita dapat ikut merasakan penderitaan orangorang di sekitar kita? Bagaimana kita menjadi ornag yang berusaha agar orang lain hidup bahagia dan memperoleh petunjuk Allah? Bagaimana kita menumbuhkan sikap raufur rahim didalam diri kita seperti Rasulullah mencontohkan kepada kita?

Bohonglah orang yang mengaku mencintai Allah tetapi dia tidak mencintai RasulNya, bohonglah ornag yang mengaku mencintai RasulNya tetpai dia tidak mencintai kaum fakir dan miskin. Dna bohonglah orang yang mengaku mencintai surga tetapi dia tidak mau menaati Allah SWT. Demikian ditegaskan Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulum al Din.

Jiwa kita akan bersama dengan orang yang kita cintai. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencintai beliau dan ahli baitnya. Karena bila kita mencintainya dengan tulus maka prilaku kita akan sesuai dengan prilaku Rasulullah dan keluarganya. Kita akan bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki Rasulullah. Seluruh kejadian yang menimpa Rasulullah dan keluarganya akan mempengaruhi emosi dan perasaan kita.
Kita tidak dapat mengandalkan amal kita yang terbatas. Kita sangat tergantung dan mendambakan rahmat Allah. Siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?~~

Tidak beriman seseorang sehingga aku lebih ia cintai ketimbang dirinya sendiri …………….[HR Bukhari dan Muslim]

(Kiriman sahabat FBku Abu Azvhierandha November 20)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika...

Selasa, 16 November 2010

Sederhana dalam Ibadah


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabrakatuh ..

Ada seorang pemuda, sebut saja si Fulan. Dulu dia seorang yang rajin beribadah. Kalau masalah shalat wajib berjama’ah jangan ditanya, dia tidak pernah ketinggalan mengerjakannya.
Shalat malam?! dia pun ahlinya. Baca Al-Qur’an?! sudah berkali-kali khatam. Puasa senin-kamis?! itu rutinitas mingguannya. Menghadiri pengajian?! Lha wong ustadznya saja sangat dekat dengan dia karena saking rajinnya menghadiri pengajian.

Namun itu cerita dulu. Sekarang si Fulan telah berubah. Alhamdulillah tidak sampai berubah “180 derajat”. Tapi ibadah-ibadah yang dulu dia geluti sekarang hampir semuanya dia tinggalkan. Lho kenapa ya?!

Mengenal Penyakit Futur
Mungkin yang sekarang menimpa si Fulan -atau orang yang sejenisnya- adalah rasa futur dalam mengerjakan ibadah. Futur adalah suatu masa dimana seseorang yang tadinya begitu bersemangat tiba-tiba menjadi lemah, seolah semangatnya itu lenyap ditelan waktu.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Setiap amal perbuatan itu memiliki puncak semangatnya, dan setiap semangat memiliki rasa futur.” (HR.Ahmad)

Hindari Sikap Berlebihan
Salah satu hal yang menjadikan ajaran Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah dilarangnya sikap berlebihan dalam beribadah dan tercelanya perbuatan tersebut.

Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya kisah tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri-istri Rasulullah demi menanyakan bagaimana beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam beribadah. Setelah mereka bertiga diberitahu tentang hal tersebut mereka merasa minder, lalu berkata, “Kita ini siapa dibandingkan dengan Rasulullah?! padahal beliau seorang yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”
Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam terus menerus (dan tidak tidur).”
Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak berbuka.”

Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya.”

Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi berkata demikian dan demikian?!. Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah di antara kalian. Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)

Bahkan Rasulullah sendiri saja terkadang tidak memperpanjang shalatnya, sebagaimana yang dituturkan oleh Abu ‘Abdillah Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhuma, “Aku pernah shalat bersama Nabi. Shalat beliau tidak lama, demikian pula dengan khutbahnya.”
(HR. Muslim). Al-Imam An-Nawawi menerangkan bahwa maksudnya adalah shalatnya tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.

Sedikit Asal Rutin, Itu Kuncinya
Untuk ibadah-ibadah yang hukumnya tidak wajib, kita boleh untuk tidak mengerjakannya secara menyeluruh. Bahkan yang terbaik dalam beramal adalah mengerjakan yang kita bisa meskipun tidak banyak asal dengan syarat : RUTIN.

Inilah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Amalan yang paling dicintai adalah yang rutin walaupun sedikit.” (Muttafaq ‘alahi)

Rasulullah juga pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, “Wahai ‘Abdullah, janganlah kau menjadi seperti orang itu. Dulu ia rajin qiyamul lail, namun kemudian meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Harus Sesuai Syari’at
Sebuah pemahaman yang patut dimengerti oleh setiap muslim adalah bahwa amalan itu hanya dapat diterima jika memenuhi 2 syarat utama:
(1) ikhlas hanya karena Allah, dan
(2) mengikuti apa yang telah disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau salah satu keduanya tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.

Sah-sah saja kita beramal dengan berbagai macam ibadah selagi kita mampu, namun yang perlu diperhatikan juga ialah amalan-amalan tersebut hendaknya bersumber dari 2 syarat tadi. Jika amalan yang kita kerjakan selama ini ternyata hanya sekedar ‘produk buatan’ manusia saja (tidak sesuai dengan syariat, membuat ibadah baru), apalagi ditambah dengan ketidak-ikhlasan kita, maka yakinilah bahwa amalan tersebut pasti tertolak.

Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membuat-buat ajaran baru yang bukan berasal dari kami maka ia tertolak.” (HR.Muslim)
Dan masih ingat dengan kisah 3 orang sahabat tadi?! Bukankah amalan-amalan yang mereka lakukan itu semuanya baik bila kita melihatnya dengan sekilas saja (shalat semalam suntuk dengan tidak tidur, puasa seharian penuh dengan tidak berbuka, dan bersikeras untuk tidak menikah) ?! Akan tetapi Rasulullah membencinya disebabkan ketidaksesuaian amalan-amalan tersebut dengan syari’at Islam.

Betapa indahnya perkataan seorang ‘Abdullah bin Mas’ud terkait masalah ini, “Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.”

Jangan Disalahpahami !

Apa yang baru saja kami paparkan bukanlah pembelaan untuk mereka yang bermalas-malasan dalam beribadah dan bukan pula celaan bagi mereka yang berusaha memperbanyak amalan shalih. Jangan sampai ada dari kita yang malah memandang sinis orang-orang yang rajin beribadah seraya mengatakan, “Jadi orang Islam itu ga usah fanatik kayak gitu lah.”

Tapi mari kita sama memperbanyak amalan shalih sebagai bekal kita menuju kehidupan akhirat kelak. Beribadahlah sesuai kesanggupan. Mari sama-sama berangkat ke masjid selama masih diberi kesanggupan oleh Allah. Yuk sama-sama mengaji agar kita bisa kenal agama. Ayo shalat malam selagi kita masih sehat wal ‘afiat. Kalau ada rezeki maka infakkan fi sabilillah, dan tabung untuk bisa berangkat haji ke tanah suci. Begitu juga dengan ibadah yang lainnya, kerjakan selagi mampu dan jangan memaksakan diri. Rutinkanlah ibadah tertentu yang patut Anda banggakan nanti dihadapan Allah. Serta jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah agar kita dan saudara-saudara kita tetap diberi ke-istiqomah-an dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut.

Dan bagi Anda yang sanggup melakoni segala macam ibadah, bersyukurlah. Karena sesungguhnya kesanggupan Anda tersebut tidak lain adalah anugerah dari Allah Ta’ala, bukan semata-mata karena kekuatan fisik Anda....Wallahu'alam Bishawab ..

سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إلي


[Buletin An-Nashihah ]

(kiriman sahabat FBku; Abu Azvhierandha November 13)

Jumat, 12 November 2010

Serba serbi Isotonik


Saya melihat iklan minuman isotonik yang marak di televisi. Saya miris dan tergelitik untuk mengomentari iklan yang lugas namun dapat menyesatkan. Sebelumnya saya perlu menekankan, bahwa tulisan saya ini tidak memiliki tendensi apa-apa. Tidak juga bermaksud menjelek-jelekkan produk isotonik dan menciptakan kesan negative terhadap produk ini. Saya hanya mencoba untuk memberikan informasi yang berimbang sehingga masyarakat dapat menentukan dan memutuskan dengan lebih bjaksana.

Minuman isotonik adalah minuman yang mengandung ion-ion yang berguna bagi tubuh, sebagian besar adalah ion Sodium (Na) dan Klorida (Cl). Minuman ini juga diklaim sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang dalam waktu singkat.

Apabila kita berkeringat, natrium dan klorida yang terkandung di dalam tubuh akan keluar melalui pori-pori kulit. Jika kedua zat tersebut tidak digantikan, sel-sel tubuh lama kelamaan akan rusak dan mati. Persoalannya dari manakah tubuh memperoleh zat-zat tersebut? Apakah harus melalui minuman? Jawabannya tidak!!

Minuman isotonik sebetulnya tidak berbeda dengan air putih biasa yang ditambahkan sedikit garam dapur. Garam dapur yang larut dalam air terpecah sebagai ion Na dan Cl. Ion yang sama yang terdapat dalam minuman isotonik. Sehingga tidak berbeda dengan larutan garam. Oleh produsennya, larutan itu lalu di beri tambahan zat lain, seperti vitamin.Dan jangan dikira ion-on ini hanya dapat diperoleh dari minuman. Akan tetapi dari makananpun ion-ion ini bisa diperoleh. Masakan yang diberi garam dapur dan buah-buahan mengandung jumlah ion yang cukup untuk kebutuhan tubuh.

Dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya memerlukan 2,3 gram natrium per hari, sedngkan klorida hanya 50-100 mg. Pada anak-anak kebutuhan ion-ion ini tentu saja jauh lebih sedikit. Dalam makanana sehari-hari, sebetulnya kebutuhan in telah tercukupi. 1 ons daging mengandung 70 mg natrium, sementara 10 ons nasi mengandung 10 mg natrium. Bahan makanan lain, seperti telur, daging ayam, kacang-kacangan, buah dan sayur juga mengandung natrium. Oleh karena itu pada kondisi normal, kita sudah tidak memerlukan lagi minuman isotonik.

Dan dibalik kesan manfaat dan kesegarannya, ternyata minuman ini dapat membahayakan bila dikonsumsi berlebihan. Minuman ini hanya cocok dikonsumsi oleh atlet yang menggeluti olah raga berat. Pada atlet olah raga berat kebutuhan natrium lebih tinggi yatu sekitar 5-7 gram per hari. Kelebihan ion-ion tubuh akan menyebabkan hipertensi.

Beberapa iklan isotonik justru berani menyebutkan bahwa minuman ini jauh lebih baik dari air biasa tanpa menjelaskan kondisinya. Iklan-iklan tersebut memperlihatkan dan memakai model oang biasa sebagai konsumen isotonik. Minuman itu juga di tenggak pada kondisi biasa, seperti terjebak macet yang tidak selalu identik dengan keluarnya ion-ion tubuh secara berlebih. Hal ini dapat memberi informasi yang keliru pada masyarakat.

Produsen juga seharusnya mencantumkan berapa jumlah garam dalam minuman isotonik dan juga berapa jumlah garam yang dibutuhkan manusia per hari. Jadi meski keliahatannya menyegarkan, hati-hatilah bila mengkonsumsi isotonik.

Sumber: Kompas, edisi 29 Juni 2008

Posted by Wahyu Riyadi
http://wahyuriyadi.blogspot.com/2008/06/serba-serbi-isotonik.html

Kamis, 11 November 2010

Nasehat Untuk Para Pendidik


Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Sahabatku, engaku adalah pendidik bagi dirimu, engkau adalah pengajar bagi adek2mu, engkau adalah pembimbing bagi teman2mu dan engkau adalah tauladan bagi anak2mu. Simaklah dan renungkanlah catatan sederhana ini. Semoga allah ridho dengan hidup kita yang sesaat ini. Amien
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا عبده ورسوله، وبعد:

Inilah sebahagian wasiat yang saya wasiatkan pada diri saya dan kepada saudara saya dari kalangan para pendidik. Dan saya meminta kepada Allah Ta’ala semoga kita bisa mengambil manfaat dengannya.

Pertama : Ikhlashkan niat karena Allah Ta`ala dalam mendidik

Mengikhlashkan niat karena Allah Ta`ala dalam mendidik anak-anak didik dan saudara-saudara dari kalangan penuntut ilmu dan mendidik mereka sesuai dengan apa yang diridhoi oleh Rabb Jalla wa `Alaa. Kemudian sabar dan mengharapkan ganjaran atas amalan tersebut dari Allah Subhaana wa Ta`ala dan semata-mata mengharapkan pahala dari-Nya.

Berkata sebagian ahli ilmu : “al-Ikhlash ialah jangan kamu mencari atas amalan engkau saksi selain Allah Ta`ala, tidak juga pemberi ganjaran kepada selainNya. Dan inilah sebenarnya hakikat dari ad Din serta miftah (kunci) dakwah para Rasul `Alaihimus Sholaatu was Sallaam”.

Allah Jalla Jalaaluhu berfirman :

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka ber`ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) Din yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah Din yang lurus. (QS. Al Baiyyinah : 5)

Dan Allah Ta`ala berfirman :

قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ # قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ # لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabbku kepada jalan yang lurus, (yaitu) Din yang benar, Din Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”. Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam”. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al An`am : 161-163)

Keikhlashan merupakan syarat untuk diterimanya amalan. Sesungguhnya satu amalan tidak akan diterima oleh Allah Ta`ala kecuali dengan dua syarat :

1. Hendaklah amalan tersebut zhohirnya cocok dengan apa yang disyari`atkan Allah Ta`ala dalam kitab-Nya atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Al Bukhaari dan Muslim telah meriwayatkan dalam shohih mereka berdua, hadist dari jalan `Aaisyah radhiallahu `anha, bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barang siapa yang mengada-ada (mengadakan satu bid`ah) dalam perintah Kami ini yang bukan bagian darinya maka dia tertolak”.[1]

2. Hendaklah amalan tersebut ikhlash semata-mata liwajhillahi Ta`ala.

Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan satu hadist dari jalan `Umar bin al Khotthab radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

“Sesungguhnya seluruh amalan tergantung dengan niat, dan sesungguhnya setiap manusia mendapatkan apa yang dia niatkan”.[2]

Berkata al Fudhail bin `Iyaadh : “Amalan yang paling baik ialah amalan yang paling ikhlash dan paling benar”, kemudian beliau melanjutkan perkataannya : “Sesungguhnya satu amalan apabila ikhlash dilakukan tapi tidak benar (tidak cocok dengan tuntunan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam) tidak akan diterima oleh Allah Jalla Jalaaluhu, dan apabila benar tetapi tidak ikhlash tidak juga diterima, sampai amalan itu betul-betul ikhlash dan benar, al-khoolish (ikhlas) semata-mata karena Allah, dan ash-showab (benar) betul-betul cocok di atas as Sunnah”.[3]

Diantara dalil-dalil yang menunjukkan tentang ikhlash, yakni dimana seorang hamba mengamalkan satu amalan yang sholih, kemudian dia tidak peduli dengan pantauan manusia atasnya, bahkan kalau amalan sholih tersebut dinisbahkan kepada selain dirinya akan membuat dia gembira. Demikian itu dikarenakan ilmunya dan bahwasanya dia dipelihara disisi Allah Ta`ala.

Dan dikatakan kepada Sahl at Tustariy : “Apa sesuatu yang sangat berat atas jiwa? Kata beliau : “al Ikhlash, karena tidak ada bagi jiwa tersebut bagian – artinya dari bentuk keduniaan – .”

Kedua : Bertakwa kepada Allah Ta`ala, dan selalu merasa diawasi oleh-Nya, baik ketika nampak maupun tidak nampak.

Sesungguhnya takwa kepada Allah `Azza wa Jalla merupakan wasiat untuk orang-orang terdahulu dan sekarang.

Allah Ta`ala berfirman:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. (QS. An Nisaa` : 131)

Adalah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam di kebanyakan wasiatnya untuk para shahabat adalah ketakwaan kepada Allah Ta`ala. Dalam hadist al `Irbaadh ibnu Saariyah bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة

“Saya wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan mentaati para pemimpin”.[4]

Berkata Imam Tholq bin Habiib rahimahullahu Ta`ala : “Yang dikatakan at takwa ialah kamu beramal untuk mentaati Allah dibawah bimbingan cahaya dari Allah, dan kamu mengharapkan ganjaran dari Allah, lalu kamu meninggalkan maksiat kepada Allah dan takut akan adzabNya Jalla Sya`nuhu”.[5]

Berhati-hatilah dari seluruh maksiat besar atau kecil, sesungguhnya Allah Ta`ala telah menjanjikan atas siapapun yang menjauhi dosa-dosa besar akan menghapus dosa-dosa kecilnya, dan akan memasukkannya ke dalam jannah-Nya. Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلا كَرِيمًا

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An Nisaa` : 31)

Artinya, banyaknya kebajikan dan keberkahan adalah dengan berhati-hati dari dosa-dosa kecil. Al-Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dalam shohihnya hadist dari Anas bin Maalik radhiallahu `anhu , beliau berkata :

إنكم لتعملون أعمالا هي أدق في أعينكم من الشعر، إن كنا لنعدها على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم من الموبقات

“Sesungguhnya kalian telah mengamalkan amalan-amalan yang dimata kalian lebih halus dari rambut, sesungguhnya kami mengkategorikan di zaman Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai al-muubiqaat (yang membinasakan)”.[6]

Berkata Abu `Abdillah, yang dimaksudkan ini ialah al Muhlikaat (yang membinasakan).

Berkata al Imam al Auza`iy : “Jangan kamu melihat kepada kecilnya maksiat, akan tetapi lihatlah kepada besarnya siapa yang kamu durhakai”.

Ketiga : Qudwah (teladan) yang baik.

Sudah menjadi hal yang dimaklumi bahwa seorang penuntut ilmu akan terpengaruh dengan gurunya, dia akan senang untuk taqlid pada gurunya dan berqudwah dengannya. Maka diwajibkan atas para pendidik dan pengajar jangan sampai perkataannya menyelisihi perbuatannya, Allah Ta`ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ # كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. As shof : 2-3)

Dan Allah Jalla Sya`nuhu berfirman tentang Nabi-Nya Syu`aib `Alaihis Sholaatu was Sallaam :

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang, aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan, dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Huud : 88)

Berkata penya`ir :

لا تنه عن خلق وتأتي مثله عار عليك إذا فعلت عظيم

Jangan kamu melarang dari akhlaq yang jelek lalu kamu mendatangi semisalnya,

`aib yang besar atas engkau bila kamu mengerjakannya.

Keempat : Akhlaq yang baik.

Allah Ta`ala berfirman :

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS. Al Israa` : 53)

Allah Ta`ala firman :

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fusshilat : 34)

Al Imam Tirmidziy telah meriwayatkan dalam sunannya, hadist dari jalan Abu Darda` bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

ما شيء أثقل في ميزان المؤمن يوم القيامة من خلق حسن وإن الله ليبغض الفاحش البذيء

“Tidak ada sedikitpun yang lebih berat ditimbangan seorang mukmin pada hari kiamat nanti dari akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berkata keji dan jelek”.[7]

Akhlaq yang baik mencakup sisi-sisi yang sangat banyak dari kehidupan seorang muslim dalam ucapan dan amalannya, dalam ibadah kepada Rabbnya dan mu’amalahnya kepada sesama hamba Allah. Abdullah bin al Mubaarak berkata : “Akhlaq yang baik ialah wajah yang berseri, menyebarkan kebajikan, menahan gangguan, dan hendaklah kamu memberikan `udzur kepada manusia”.

Saya wasiatkan kepada pengajar hendaklah berakhlaq yang baik dengan sahabat-sahabatnya, dengan para muridnya, bahkan dengan wali-wali muridnya, dan hendaklah berlemah lembut dalam bermu`amalah dengan mereka.

Al Imam Muslim telah meriwayatkan satu hadist dalam shohihnya dari jalan `Aisyah radhiallahu `anha bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه، ولا ينزع من شيء إلا شانه

“Tidak terdapat kelembutan pada sesuatu kecuali menghiasinya, dan tidak dicabut kelembutan dari sesuatu kecuali merusaknya”.[8]

Dan sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling baik akhlaqnya. Maka barangsiapa yang ingin sampai kepada akhlaq yang mulia, hendaklah dia ber-uswah dengan Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam. Diriwayatkan dalam sunan at -Tirmidziy dari jalan Anas bin Malik radhiallahu `anhu, beliau bersabda :

خدمت النبي عشر سنين، فما قال لي أف قط، وما قال لشيء صنعته: لم صنعته؟ولا لشيء تركته: لم تركته؟

“Saya menjadi pembantu Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam selama sepuluh tahun, sama sekali beliau tidak pernah berkata uffin (menggerutu) pada saya, dan tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang saya perbuat : “kenapa kamu kerjakan itu?”, dan juga terhadap sesuatu yang saya tinggalkan: “kenapa kamu tinggalkan itu?”.[9]

Kelima : Hendaklah seorang guru bersemangat dalam mendidik anak didiknya dengan tarbiyatan shalihah.

Dia ajarkan pada mereka tentang perkara-perkara Islam dan Iman, lalu dia tanamkan rasa kecintaan pada Allah dan pengagungan-Nya di hati-hati mereka. Demikian juga kecintaan kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, kemudian dia jelaskan pada mereka wajibnya mengikuti beliau Shollallahu `alaihi wa Sallam, beramal dengan Sunnahnya `alaihis Sholaatu was Salaam, ber-qudwah dengan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, lalu diajarkan pada mereka adab-adab yang baik, dan akhlaq yang mulia, seperti adab-adab masjid, majlis, menghormati guru dan orang yang lebih tua, juga adab dengan teman-teman dan sahabat, dan biasakan kepada mereka bertutur kata yang baik, dan peringatkan mereka dari perkataan yang jelek, dan selain dari yang demikian dari adab-adab yang indah serta sifat-sifat yang mulia.



Sumber: http://www.tazhimussunnah.com/buletin/70-nasehat-untuk-para-pendidik.html

Senin, 08 November 2010

Terjebak


Tet…tet…sekarang menunjukan pukul 12.15. Aku siap-siap ke kamar mandi ambil wudhu persiapan sholaht dzuhur.
Wow, anak-anak udah antrian duluan di kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Ya sudahlah, ambil wudhu di ruang kepala sekolah biar lebih cepat.
Alhamdullah kepala sekolah ternyata ada di ruang tamu berbicang dengan orang tua siswa, itu artinya aku tidak perlu malu untuk masuk ruang beliau, ujarku dalam hati.
Baru melongo ke ruang kepala sekolah, teranya guru sudah antrian juga ambil wudhu tapi tidak sebanyak antrian anak. Sembari menuggu antrian aku tegur sapa dulu dengan satpam.

Aku lihat kembali ruang kepala sekolah memastikan kalu guru sudah ambil wudhu. Alhamdullah sekarang giliranku ambil wudhu.
“Sudah pak ambil wudhunya”
“Sudah bu, silahkan. Kami duluan ke musolah bu” tegur mereka
“Ia pak, terimakasih”
Tanpa basa basi langsung masuk ruangan dan melepas kaos kaki dan kuletakan HP diatas meja. Auzubillahminasyaitonnirajim, langsung melangkah kaki kiri menuju kamar mandi.
Cekek.. bunyi pintu kamar mandi ku dorong hingga tertutup.
Ya allah aku baru sadar , ternyata setelah ku lihat pegangan pintu sudah terlepas.
Ku pegang sisa gagang pintu dengan sekuat tenaga.
Hek..hek..ku tarik lagi sisa gagang pintu, namun pintunya belum juga mau terbuka.
Ya allah, aku terjebak dalam ruang kamar mandi kepala sekolah.

Dengan perasan cemas dan malu bercampur dihati.
Ya allah, alangkah sayangnya Engkau dengan hamba-Mu ini , Engkau uji aku karena aku mampu melakukannya.
Bagaimanapun caranya aku tidak akan minta tolong dengan cara berteriak. Aku akan berusaha semampunya dan memohon pertolongan allah, tekatku dalam hati.
Ku ambil nafas dalam-dalam, selanjutnya ku tenangkan diri untuk langsung mengambil wudhu. Setelah diri merasa tenang. Ku lihat di sekitar kamar mandi yang ada kunci pintu dan besi penutup pintu.
Ku ambil besi pintu untuk kucoba masukan disela-sela pintu, namun cara ini belum juga berhasil. Ku ulangi lagi dengan cara yang sama namun gagal juga.
Ya allah, izinkan hamba-Mu ini sholat berjama di musolh lirihku dalam hati.
Ku coba kembai dengan menggunakan kunci pintu. Ku masukan kunci pintu di sela-sela pintu, kutekan dan kutekan dengan sekuatnya. Namun pintu belum juga mau terbuka.
Perasaan ku cemas kembali, Ku pakas menarik pintu dengan sisa gagang pintu sekuat tenaga namun gagal juga.

Ya allah, izinkan hamba-Mu yang dzolim ini mlaksanakan sholat dzuhur berjamaa, liriku kembali.
Ku coba menenangkan kembali hati ini, dengan berbaik sangka bahwa pintu ini akan terbuka.
Aku ambil kunci pintu kumasukan kembali disela-sela pintu, ya allah izinkanlah pintu ini terbuka.
Ku tekan dan kutekan lagi kunci pintu, ya allah bantulah hamba-Mu ini.
Cekek..bunyi pintu berhasil ku buka, ya allah terimaksih atas bantuan-Mu.
Perasaan ku haru, ingin rasanya sujud syukur atas pertolongan allah hari ini, namun langkahku langsung menuju musolah takut ketinggalan sholat berjamaa. Ingin kutumpahkan semua di sajadah atas kejadianku hari ini.
Alhamdullah ternyata allah masih mengizinkan aku sholat berjamaa. Ingin tumpah air mata ini mengingat kembai ketidak mampuanku terjebak di dalam kamar mandi.
“Sudah lama sholat berjamaanya nak” tanyaku dengan anak-anak di luar musolah
“Belum bu, mukenah habis dipakai teman-teman yang sholat duluan”
“Kami sholatnya giliran kedua bu dan ibu jadi imam ya” jawab merka
“Insyallah nak” jawabku

Syukron ya allah telah mengatur rencana hidupku hari ini, engkau izinkan hamba sholat berjamaa dengan menjadi imam bukan mejadi makmu sesuai dengan rencanaku.
Indahnya hidup ini jika kita berbaik sangka dengan ujian allah karena allah berada pada perasangka hamba-Nya.

Tutuplah Aib Saudaramu.. Wahai Muslimah


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”…

Saudariku muslimah…

Bagi kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”.

Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”

Perbuatan seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.

Ketahuilah wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1

Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:

Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak boleh menyingkap dan menceritakannya, karena hal itu termasuk ghibah yang diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat….” (An-Nur: 19)

Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan, tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain. Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya, dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan, melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.

Saudariku muslimah…

Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)

Bila demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.

Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya4.

Yang perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581)

Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:

“Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7

Karena itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim no. 6537)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).

2 Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.

3 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal. 120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).

4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).

5 Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dalam hatinya.

6 Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia. (Tuhfatul Ahwadzi)

7 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032

8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutupnya aib si hamba di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan menutup kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya kepada orang-orang yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut aibnya tersebut.” Namun kata Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak karena adanya hadits lain.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/360)

Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya (di hari penghisaban nanti) Allah mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin (sehingga penghisabannya tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar). Allah berfirman: ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang pernah hamba lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosanya dan ia memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa tersebut, Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya…”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu
ilaika.....

**************************************

(Kiriman sahabat FBku Abu Vhieran Al-Mughirah; November 6)

(Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)

Kamis, 04 November 2010

Tips Untuk Ciptakan Persaudaraan Sejati ..


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ...

Anda ingin nasehat yang anda sampaikan didengar dan disimak? Tidak ada salahnya jika anda meluangkan waktu untuk membaca artikel berikut.

Islam Terbangun Di Atas Nasehat

Agama ini memerintahkan pemeluknya untuk menggalakkan budaya nasehat. Nasehat akan memperbaiki kepribadian seorang yang dahulunya buruk. Nasehat pulalah yang mampu menciptakan persaudaraan yang sejati. Namun, kesemuanya itu barulah dapat terwujud apabila nasehat yang disampaikan dapat membekas dan meresap di dalam jiwa.

Allah ta’ala memerintahkan nabi untuk memberikan nasehat yang dapat mempengaruhi jiwa para pendengarnya,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا (٦٣)

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka wejangan/nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (An Nisaa: 63).

Imam Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, maksudnya adalah dalam tujuan nasehat diketahui dan membekas di dalam jiwa mereka (Fathul Qadir 1/729; Asy Syamilah).

Nasehat yang Sukses

Sukses dalam memberikan nasehat haruslah memperhatikan beberapa kriteria berikut:

Topik yang sesuai

Nasehat haruslah disampaikan dengan memperhatikan topik yang dibutuhkan oleh para pendengar. Jangan sampai anda memberikan nasehat dengan topik yang tidak mereka butuhkan.

Sebagai permisalan, apabila anda melihat mayoritas manusia lebih memprioritaskan kehidupan dunia daripada mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat, maka topic yang seharusnya disampaikan adalah menghasung mereka untuk cinta kepada akhirat dan berlaku zuhud (tidak tamak) terhadap dunia.

Namun, jika seorang menasehati mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beribadah, sementara mereka belum mampu untuk melaksanakan berbagai ajaran agama yang sifatnya wajib, maka topik nasehat yang disampaikan pada saat itu tidaklah tepat, karena unsur hikmah dalam memilih topik kurang diperhatikan.

Bahasa yang fasih dan runut

Kefasihan sangat dituntut dalam nasehat yang hendak disampaikan. Sahabat pernah mengatakan,

وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا بَعْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ ….

“Selepas shalat Subuh, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat yang sangat menyentuh, hati kami bergetar dan air mata pun berlinang.” (HR. Tirmidzi: 2676. Diabsahkan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashabih: 165).

Maka seorang pemberi nasehat hendaknya menyampaikan nasehat dengan lafadz yang terbaik, yang paling mampu menyentuh jiwa para pendengar, sehingga merekapun tertarik untuk mendengarnya.

Waktu dan kondisi yang tepat

Waktu yang tepat juga turut berpengaruh. Seorang pemberi nasehat hendaknya memilih momen yang tepat untuk menyampaikan nasehatnya.

Pada hadits yang lalu, dapat kita perhatikan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan wejangan kepada para sahabatnya di waktu Subuh. Pada waktu tersebut, tubuh sedang berada dalam kondisi puncak, setelah di waktu malam beristirahat. Demikian pula, pada waktu tersebut, pikiran masih jernih, belum terbebani.

Maka seorang pemberi nasehat harus mampu memperhatikan kondisi orang yang hendak dinasehati, apakah pada saat itu dia siap menerima nasehat ataukah tidak.

Jangan bertele-tele

Nasehat juga janganlah bertele-tele dan panjang sehingga membosankan. Abu Wa-il pernah mengatakan, “Ammar radhiallahu ‘anhu pernah menyampaikan khutbah kepada kami secara ringkas namun mengena. Ketika selesai, maka kami mengatakan kepada beliau, “Alangkah baiknya jika anda memperpanjang khutbah” Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya saya pernah mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seorang dan pendeknya khutbay yang disampaikan olehnya merupakan tanda akan kefakihan dirinya” Maka hendaklah kalian memperpanjang shalat dan memperpendak khutbah.”
(HR. Muslim: 869).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan kepada uamtnya untuk tidak bertele-tele dan berlama-lama dalam menyampaikan nasehat karena hal itu akan menyebabkan pendengar bosan.

Karakter Sang Pemberi Nasehat

Materi yang bagus memang turut berpengaruh terhadap suksesnya nasehat, namun sang pemberi nasehat pun harus menghiasi dirinya dengan beberapa hal berikut:

Yakin akan apa yang diucapkan

Pemberi nasehat merupakan orang yang pertama kali harus meyakini akan apa yang akan diucapkan dalam nasehatnya, dialah yang pertama kali harus terpengaruh terhadap nasehat yang hendak disampaikan.

Ammar bin Dzar rahimahullah pernah ditanya oleh anaknya, “Mengapa tatkala orang lain berbicara, tidak ada satupun yang menangis. Namun, ketika engkau berbicara, wahai ayahku, kami mendengar tangisan dimana-mana?” Maka Ammar menjawab, “Wahai anakku, nasehat yang tulus tidaklah sama dengan nasehat yang direkayasa.” (Hilyatul Auliya 5/111; Ihya Ulumiddin 4/187; Asy Syamilah).

Anda dapat memperhatikan apabila nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasehat kepada para sahabat. Beliau menyampaikan nasehat dengan serius, dengan suara yang tinggi sedang mata beliau memerah, seakan-akan saat itu beliau sedang mengomandoi pasukan. Ini menunjukkan keyakinan beliau akan kandungan yang terdapat dalam nasehat beliau.

Oleh karena itu, sahabat Irbadh radhiallahu ‘anhu pun menggambarkan bahwa nasehat beliau merupakan nasehat yang menggetarkan jiwa dan mampu membuat air mata ini berlinang.

Hati yang Bebas Penyakit

Tulusnya nasehat merupakan buah dari hati yang bersih dari penyakit. Seorang yang memiliki hati yang berpenyakit, maka dapat dipastikan bahwa nasehat yang disampaikannya tidaklah mampu menghunjam dalam hati pendengarnya. Tengok kembali perkataan Ammar bin Dzar rahimahullah di atas! Apabila hati yang dipenuhi penyakit ini diiringi dengan akhak yang buruk, maka nasehat yang diucapkan pun tentu hanya dianggap sebagai angin lalu.

Teladan yang Baik

Seorang pemberi nasehat haruslah menjadi qudwah (teladan) dalam perkataan dan perbuatan, karena orang yang mendengar nasehatnya mesti akan memperhatikan gerak-geriknya. Jika ternyata orang yang senantiasa memberikan nasehat kepada mereka justru melanggar wejangan yang diberikan, maka mereka akan meremehkannya dan akan berpaling, tidak menghiraukan dirinya dan nasehatnya lagi. Betapa banyak kita menjumpai da’i-’da’i yang tidak mampu mendorong dirinya untuk menjadi teladan yang baik bagi para mad’u (objek dakwah)-nya.

Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi
wa barakatuh.

****************************
(Kiriman sahabat FBku; Abu Azvhierandha October 31 )

Ilmu Adalah Pemimpin Amal !!!


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin....

Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”
(Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)


Bukti bahwa ilmu lebih didahulukan daripada amalan

Ulama hadits terkemuka, yakni Al Bukhari berkata, “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)” Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad [47]: 19)

Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

menulis-1Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)

Al Muhallab rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.” (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)

Ibnul Munir rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan oleh Al Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan dan perbuatan. Suatu perkataan dan perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ilmu didahulukan dari ucapan dan perbuatan, karena ilmu itu pelurus niat. Niat nantinya yang akan memperbaiki amalan.” (Fathul Bari, 1/108)

Keutamaan ilmu syar’i yang luar biasa

Setelah kita mengetahui hal di atas, hendaklah setiap orang lebih memusatkan perhatiannya untuk berilmu terlebih dahulu daripada beramal. Semoga dengan mengetahui faedah atau keutamaan ilmu syar’i berikut akan membuat kita lebih termotivasi dalam hal ini.

Pertama =>
Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia

Di akhirat, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu beberapa derajat berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang mereka lakukan. Sedangkan di dunia, Allah meninggikan orang yang berilmu dari hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu dan amalan yang dia lakukan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(QS Al Mujadalah: 11)

Kedua =>
seorang yang berilmu adalah cahaya yang banyak dimanfaatkan manusia untuk urusan agama dan dunia meraka.

Dalilnya, satu hadits yang sangat terkenal bagi kita, kisah seorang laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat dan dia bertanya siapakah di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli ibadah, apakah ada taubat untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah sangat besar sehingga dia mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si pembunuh 99 nyawa. Maka dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang telah dibunuh oleh laki-laki dari Bani Israil tersebut.

Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya siapakah orang yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia bertanya kepada ulama tersebut, “Apakah masih ada pintu taubat untukku.” Maka ulama tersebut mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada satupun yang menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut menunjukkan kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya merupakan orang shalih, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal sekarang adalah kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar meninggalkan kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang dituju, dia sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini merupakan kisah yang sangat masyhur. Lihatlah perbedaan ahli ibadah dan ahli ilmu.

Ketiga =>
Ilmu adalah warisan para Nabi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.”
(HR. Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Keempat, orang yang berilmu yang akan mendapatkan seluruh kebaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Setiap orang yang Allah menghendaki kebaikan padanya pasti akan diberi kepahaman dalam masalah agama. Sedangkan orang yang tidak diberikan kepahaman dalam agama, tentu Allah tidak menginginkan kebaikan dan bagusnya agama pada dirinya.”
(Majmu’ Al Fatawa, 28/80)

Ilmu yang wajib dipelajari lebih dahulu

Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu, adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari. Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.

Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.

Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.

Penutup

Marilah kita awali setiap keyakinan dan amalan dengan ilmu agar luruslah niat kita dan tidak terjerumus dalam ibadah yang tidak ada tuntunan (alias bid’ah). Ingatlah bahwa suatu amalan yang dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,

من عبد الله بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”
(Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)

Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak serupa dengan orang Yahudi. Sufyan bin ‘Uyainah –rahimahullah- mengatakan,

مَنْ فَسَدَ مِنْ عُلَمَائِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ الْيَهُودِ وَمَنْ فَسَدَ مِنْ عِبَادِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ النَّصَارَى

“Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki keserupaan dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena beribadah tanpa dasar ilmu) memiliki keserupaan dengan orang Nashrani.” (Majmu’ Al Fatawa, 16/567)

Semoga Allah senantiasa memberi kita bertaufik agar setiap amalan kita menjadi benar karena telah diawali dengan ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amal yang sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib.

Alhamdulilllahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.Wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***********************************
(Kiriman sahabat FBku ; Abu Azvhierandha October 25)

Keutamaan Membaca Al-Quran


Bukhari meriwayatkan dalam kitab sahihnya dari Utsman r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya".

Dari Abu Umamah ra. dia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bacalah Al Qur'an sesungguhnya ia akan datang di hari Kiamat menjadi syafaat (penolong) bagi pembacanya."
(Riwayat Muslim)

Dari Nawwas bin Sam'an ra. telah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Di hari Akhirat kelak akan didatangkan Al Qur'an dan orang yang membaca dan mengamalkannya, didahului dengan surat Al Baqarah dan Surah Ali 'Imran, kedua-duanya menjadi hujjah (pembela) orang yang membaca dan mengamalkannya."
(Riwayat Muslim)

Dari Usman bin 'Affan ra. telah berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya."
(Riwayat Bukhari)

Dari Aisyah ra. telah berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang membaca Al Qur'an dengan terbata-bata karena susah, akan mendapat dua pahala."
(Riwayat Bukhari & Muslim)

Dari Abu Musa Al Asy'ari ra. telah berkata: Rasulullah saw.bersabda, "Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur'an seperti buah Utrujjah (sejenis limau), baunya harum dan rasanya sedap. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur'an seperti buah kurma, tidak ada baunya tapi rasanya manis.
Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur'an seperti Raihanah (jenis tumbuhan), baunya wangi tapi rasanya pahit.
Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur'an seperti buah hanzhal (seperti buah pare), tidak berbau dan rasanya pahit.
(Riwayat Bukhari & Muslim)

Dari Umar bin al Khatthab ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mengangkat (martabat) sebagian orang dan merendahkan sebagian lainnya dengan sebab Al Qur'an."
(Riwayat Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi Muhammad saw. telah bersabda, "Tidak boleh iri kecuali pada dua perkara: Laki-laki yang dianugerahi (kefahaman yang sahih tentang) Al Qur'an sedang dia membaca dan mengamalkannya siang dan malam, dan laki-laki yang dianugerahi harta sedang dia menginfakkannya siang dan malam."
(Riwayat Bukhari & Muslim)

Dari Barra' bin 'Azib ra. telah berkata: Seorang laki-laki membaca surat Al Kahfi dan di sisinya ada seekor kuda yang
diikat dengan dua tali panjang, tiba-tiba ada awan melindunginya dan semakin mendekat dan kudanya menjauhinya. Pagi-paginya laki-laki itu mendatangi Nabi Muhammad saw. dan menceritakan peristiwa tersebut, maka beliau bersabda, "Itu adalah ketenangan yang turun karena Al Qur'an."
(Riwayat Bukhari & Muslim)

Dari Ibnu 'Abbas ra. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya orang yang tidak ada dalam dirinya sesuatu pun dari Al Qur'an laksana sebuah rumah yang runtuh."
(Riwayat Tirmizi, beliau berkata: Hadits ini hasan sahih)

Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash ra. dari Nabi Muhammad saw. beliau bersabda, "Akan dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur'an: Baca, tingkatkan dan perindah bacaanmu sebagaimana kamu memperindah urusan di dunia, sesungguhnya kedudukanmu pada akhir ayat yang engkau baca."
(Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, beliau berkata: Hadits ini hasan sahih)

Dari 'Uqbah Bin 'Amir ra. berkata; Rasulullah saw. keluar dan kami berada di beranda masjid. Beliau bersabda: "Siapakah di antara kalian yang tiap hari ingin pergi ke Buthan atau 'Aqiq dan kembali dengan membawa dua ekor unta yang gemuk sedang dia tidak melakukan dosa dan tidak memutuskan hubungan silaturahmi?" Kami menjawab, "Kami ingin ya Rasulullah" Lantas beliau bersabda, "Mengapa tidak pergi saja ke masjid; belajar atau membaca dua ayat Al Qur'an akan lebih baik baginya dari dua ekor unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga ekor unta, dan empat ayat lebih baik dari empat ekor unta, demikianlah seterusnya mengikuti hitungan unta."
(Riwayat Muslim)

Dari Ibnu Mas'ud ra. bahawasanya Nabi Muhammad saw. bersabda, "Yang paling layak mengimami kaum dalam shalat adalah mereka yang paling fasih membaca Al Qur'an."
(Riwayat Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah ra. bahawasnya; Ketika Nabi Muhammad saw. mengumpulkan dua mayat laki-laki diantara korban perang Uhud kemudian beliau bersabda, "Siapa diantara keduanya yang lebih banyak menghafal Al Qur'an?" dan ketika ditunjuk salah satunya beliau mendahulukannya untuk dimasukkan kedalam liang lahad.
(Riwayat Bukhari, Tirmizi, Nasa'i & Ibnu Majah)

Dari Imran bin Hushoin bahawa beliau melewati seseorang yang sedang membaca Al Qur'an kemudian dia berdoa kepada Allah lalu ia kembali membaca, lantas dia berkata aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang membaca Al Qur'an maka berdoalah kepada Allah dengan Al Qur'an karena sesungguhnya akan datang beberapa kaum yang membaca Al Qur'an dan orang-orang berdo'a dengannya."
(Riwayat Tirmizi, beliau berkata : Hadits ini hasan)

Dari Ibnu Mas'ud ra. ia berkata: Barangsiapa membaca satu huruf dari Al Qur'an maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan sama dengan sepuluh pahala, aku tidak bermaksud 'Alif, Laam, Miim' satu huruf, melainkan Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.
(Riwayat Ad Darami dan Tirmizi, beliau berkata hadits ini hasan sahih)

***********************
(Kiriman sahabat FBku,Khilafah Moeslim Defender)

Karena Bujukan Setan, Ahli Ibadah Menjadi Kafir


Tersebutlah seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil, bernama Barshish. Dia seorang ahli ibadah besar, tinggal di dalam sebuah sinagog untuk menyembah Allah, tetapi ibadahnya lebih mendominasi ilmunya, padahal orang yang berilmu lebih ditakuti syaithan ketimbang seribu orang ahli ibadah.

Ada sebuah kisah yang patut kita ambil pelajarannya berkaitan dengan ayat,
“(bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah kamu’. Maka tatkala manusia telah kafir, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam” (QS Al-Hasyr: 16)

Tersebutlah seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil, bernama Barshish. Dia seorang ahli ibadah besar, tinggal di dalam sebuah sinagog untuk menyembah Allah, tetapi ibadahnya lebih mendominasi ilmunya, padahal orang yang berilmu lebih ditakuti syaithan ketimbang seribu orang ahli ibadah.

Setelah dia menyembah Allah, bersujud kepadanya, dan banyak berdzikir menyebut nama Allah, Allah bermaksud menguji iman dan keyakinannya.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?”
(QS Al-Ankabut: 2)

Dia duduk di sinagognya, lalu datanglah kepadanya sejumlah lelaki dari kalangan mujahidin Bani Israil. Mereka berkata, “Hai Barshish, sesungguhnya kami bermaksud pergi jihad kepada Allah, sedangkan kami mempunyai seorang saudara perempuan, yang tinggal di rumah kami di sebelah sinagogmu. Dia tidak ada temannya sesudah Allah, kecuali hanya engkau. Oleh karena itu, kamu harus menjaganya sampai kami kembali dari jihad”. Barshish menjawab, “Ini merupakan suatu kehormatan bagiku. Aku terima hal ini dengan senang hati”.

Mereka pun berangkat berjihad di jalan Allah, dan Barshish tinggal di dalam sinagognya menyembah Allah. Selanjutnya, datanglah setan kepadanya dan berkata, “Hai Barshish! Sesungguhnya wanita ini berada dalam jaminanmu. Dia adalah wanita muda yang berada dalam perlindunganmu. Jika engkau biarkan, barangkali dia merasa kesepian. Sebaiknya engkau julurkan kepalamu setiap pagi hari, lalu engkau ucapkan salam kepadanya. Itu sama sekali tidak akan membahayakanmu, karena dia seorang wanita yang memakai hijab.”
Barshish pun menerima saran setan, lalu dia mengulurkan kepalanya dan mengucapkan salam kepada wanita itu.


Setan datang lagi untuk kedua kalinya, lalu berkata, “Sebaiknya engkau tinggal di sebelah rumahnya, agar dia tidak didatangi lelaki lain atau ditakut-takuti oleh jin yang jahat.” Barshish turun di sebelah rumah wanita itu tanpa melihatnya.

Setan datang untuk ketiga kalinya, lalu berkata, “Sesungguhnya dia adalah seorang gadis yang asing lagi kesepian. Keluarganya keluar untuk jihad, maka tiada seorangpun yang menghiburnya atau mengajaknya mengobrol.” Barshish pun turun dan menghiburnya dan mengajaknya mengobrol, sedangkan gadis itu memakai hijab.

Setan datang untuk keempat kalinya, lalu berkata, “Engkau adalah orang yang alim, cerdas, lagi terpelihara oleh Allah, dan setan takut kepadamu. Maka mendekatlah kamu kepadanya, dan ciumlah dia” Akhirnya, Barshish terjerumus dalam perbuatan keji (zina), dan perempuan itu pun mengandung.

Setelah melihat wanita itu mengandung, setan berkata kepada Barshish, “Apabila saudara-saudara lelakinya datang, dan mereka melihat kemunkaran ini, dia akan menceritakan kepada mereka kejadian yang dialaminya denganmu. Dan orang-orang akan menuduhmu sebagai pelakunya, maka harga dirimu jatuh di mata mereka. Sebaiknya kami bunuh saja dia, karena hal ini lebih baik bagimu.”

Akhirnya, Barshish menyembelihnya dan menggali kuburan di dalam rumah wanita itu, lalu mengebumikannya dalam kuburan tersebut.

Tidak lama kemudian, datanglah saudara-saudara lelaki wanita itu dari jihad, dan mereka bertanya, “Dimanakah saudara perempuan kami?” Barshish menangis dan menyesal. Dia mengeluarkan air mata buayanya secara pura-pura demi harga dirinya, lalu menjawab, “Dia sakit keras, lalu meninggal. Dia adalah seorang wanita yang zuhud lagi ahli ibadah. Aku kebumikan dia sesudah mendoakannya.”

Mendengar berita itu, mereka menangisi kematian saudara perempuan mereka, dan percaya kepada berita Barshish. Mereka pun tidur malam itu.

Setan datang kepada saudara tertuanya, dan menceritakan kepadanya bahwa sebenarnya Barshish telah berbuat mesum dengannya, lalu membunuhnya. Setan lalu datang kepada saudara yang kedua, dan yang ketiga dalam mimpinya masing-masing, lalu menceritakan kepada keduanya sebagaimana yang telah ia ceritakan kepada saudara tertua mereka.

Keesokan harinya, mereka menceritakan mimpinya masing-masing, lalu mereka sepakat untuk membalas Barshish atas perbuatannya terhadap saudara perempuan mereka. Mereka berangkat dan membongkar kuburan yang telah ditunjukkan setan kepada mereka. Ternyata, mereka menjumpainya dalam keadaan telah hamil, dan mati karena dibunuh.

Setan pun datang dan berkata, “Hai Barshish, tiada yang dapat menyelamatkanmu, kecuali jika kamu mau bersujud kepadamu sekali agar aku bisa melindungimu.” Akhirnya, Barshish kafir kepada Allah dan mau sujud kepada setan dengan sekali sujud.

Selanjutnya mereka membunuh Barshish dan menyalibnya.

(Diriwayatkan oleh Imam Thobari dalam kitab tafsirnya, Abu Na’im dalam kitab Hilyah-nya, dan Al-Hakim. Lihat Tafsir Ibnu Katsir).

Wallahu A’lam Bis Shawab.

*********************************
(Kiriman dari sahabat FBku;Khilafah Moeslim Defender 20 October 2010)

Rabu, 03 November 2010

Hadiah Sederhana


“Bucik, kapan ulang tahunya?” Tanya Ayuk Manda (keponakanku yang berusia 7 tahun)
“Kenapa yuk bertanya?, mau kasih bucik hadiah” senyumku balik bertanya
“Bucik ulang tahun tanggal 15 Januari tahun depan:
“Oh..”
“Ayuk mau kasih bucik hadia, tas besar warna hitam”
“Harganya mahal cik, 1 juta”
“Bucik mau tasnya?”
“Benaran yuk!, alhamdullah kalu gitu bucik mau tasnya”
“Boleh dilihat tasnya sekarang yuk?” tanyaku penasaran
“Ia cik boleh. Ayuk ambil dulu tasnya di rumah, bucik tunggu di sini dulu ya”.
“Oke deh!”

Harap cemas ku tunggu hadiah ulang tahun dari ayuk. Semoga ia lekas kembali.
“Cik, ini hadianya” disodorkannya tas tersebut sambil tesenyum malu
Ku amati dengan seksama tas besar berwarna hitam yang kata ayuk harganya 1 juta. Dengan senyum lepas ku tanya ayuk.
“Ayuk sudah izin dengan ibu dan bapak kalau mau kasih bucik hadih” senyum ku yang tak bias ku tahan melihat hadiah itu.
“Sudah cik, kata ibu ga pa-pa”.
“Subbhanallah, terimakasih ya ayuk ku sayang hadiahnya”
“Sebelumnya bucik mau tanya tas ini dipakai untuk apa yuk karena bucik belum tahu gunanya?”
“”Untuk tempat makanan cik, kalu bucik ke sekolah letakan nasi di tas ini” jawabnya polos
“Berarti harus banyak dong bawa nasinya, kan tasnya besar” senyumku mendengar jawab ayuk
“Ia cik” sambil menanggukan kepala ayuk sepakat dengan pernyataan ku
“Oh ia yuk, makainya gimana tas in?, bucik belum tahu caranya?”
“Disandang aja cik, kan talinya ada”
“Nah, seperti itu cik memakinya” dengan memperaktekan mengajari ku memakai tas itu.
Tambah tersenyum geli aku melihat diri memakai tas itu.

Tahukah teman-teman tas seperti apa yang ayuk manda berikan. Tas itu berwarna hitam tipis yang ukurannya cukup besar dapat diserut-serut talinya untuk membukanya. Bagian depan tas tertulis VOG HELMET. Tas ini adalah wadah helem baru dibeli ibunya tadi pagi. Lucu sebenarnya saat tas sebesar ini dikatakan ayuk sebagai wadah makanan dan lebih lucu lagi saat memakai tas itu, hiks.. hiks… hiks… Aku terlihat seperti pemulung yang mencari sesuatu bahkan terlihat juga seperti nenek-nenek mau ke sawah. Ayuk…ayuk..senyumku dalam hati melihat tingkahnya,

Subhanallah kagum ku terhadap anak ini dengan niat baiknya. Bukan dari harga ataupun bentuk tas yang ku nilai tapi kesungguhan dan ketulusannya yang membuat ku malu. Ketulusan dan kepolosan anak ini yang membuat ku bangga. Semoga engkau menjadi anak yang solehah yang selalu menebar kebaikan doaku. Amein. Teruskan selalu berbuat baik sekecil apapun yang dapat engkau berikan, bidadari kecilku.

Di ruang mengajar 21 Ok 01

Apa Benar Engkau Pejuang?


Engkau ingin berjuang tapi tidak mampu menerima ujian
Engkau ingin berjuang tapi rosak oleh pujian
Engkau ingin berjuang tapi tidak sepenuhnya memerima pimpinan

Engkau ingin berjuang tapi tidak begitu setia kawan
Engkau ingin berjuang tapi tidak snaggup berkorban
Engkau ingin berjuang tapi ingin jadi pemimpin
Engkau ingin berjuang menjadi pengikut agak segan

Engku ingin berjuang tolak angsur tidak engkau amalkan
Engkau ingin berjuang tapi tidak sanggup terima cabaran
Engkau ingin berjuang kesehatan dan kerehatan tidak sanggup engkau korbankan

Engkau ingin berjuang masa tidak sanggup engkau luangkan
Engkau ingin berjuang kare na istri tidak kau tahan
Engkau ingin berjuang rumah tangga lentangpurkan
Engkau ingin be rjuang diri engkau tidak engkau tingkatkan

Engkau ingin berjuang displin diri engkau abaikan
Engkau ingin berjuang janji kurang engkau tunaikan
Engkau ingin berjuang kasih sayang engkau cuaikan
Engkau ingin berjuang tetamu engkau abaikan

Engkau ingin berjuang anak istri engkau lupakan
Engkau ingin berjuang ilmu berjuang engkau tinggalkan
Engkau ingin berjuang kekasarkan dan kekerasan engkau amalkan….

Engkau ingin berjuang pandangan engkau tidak diselaraskan
Engkau ingin berjuang rasa bertuhan engkau abaikan
Engkau ingin berjuang iman dan takwa engkau lupakan

Yang sebenarnya apa yang engkau hendak berjuangkan?
By Qathrunnada

Sebuah syair nasyid sebagai nasehat untuk sahabat-sahabatku. Semoga melalui nasyid ini kita dapat merenungkan diri apa yang sebenarnya yang hendak kita perjuangkan. Marilah bersama-sama berbenah diri apa yang salah dalam kehidupan kita dan selalu berjuang untuk meningkatkan kualitas diri menjadi pribadi yang mulia dihadapan-Nya.

Muhasabah Menanti Senja


Ya allah, alangkah banyak dan indahnya nikmat yang KAU carhakan kapada hamba2-Mu walau hamba-Mu ini sering lupa dan lalai mensyukurinya
Engaku cukupkan semua apa yang kami butuhkan
Dengan kasih sayang-Mu, Engaku uji kami dangan kesenangan, kegembiran dan senyuman
Denagan kuasa-Mu ,Engakau uji kami dengan kesediahan, kegelisahan dan kemuraman

Ya allah, hri ini ibu pertiwi yg kami cintai ini sedng bersedih hati
Tanah ibu pertiwi yang Kau titipkan kpda kami sekarng telah kami abaikan
Belum habis luka sadara2 kami di poso dengan longsornya
Kini ibu pertiwi menangis kembali dgan bajir yang melanda Jakarta
Belumlah habis dan ada penyelsaian dengan bajir,
Sekarng ibu pertiwi kami kembali bermuram muka dengan merapi di tanah Jawa dan tsunami di kota Mentawai

Saudra2ku marilah kita luangkan waktu sejenak tuk mernungi kejadian ini
Ada apa dengan ibu pertiwi yang kita cintai ini?
Mengapa ia selalu bersusah dan bersedih hati?
Mungkinkah ini karena kelalaian kita atau dosa2 kita yang membuat ibu pertiwi bersedih?
Latas, apa yang dapat kita lakukan untuk menghibur ibu pertiwi?.
Berbuatlah sadara2ku dan lakukanlah dengan kesungguhan sesuai kesangngupanmu
Jauhkanlah sadara2ku, dari memikirkan diri semata,
Liahtlah di sekitar kita masih banyak yang membutuhkan tangan2 kita untuk menghibur ibu pertiwi ini.